
KPU DIY Gelar Kajian Teknis tentang Sistem Pemilu
Yogyakarta, diy.kpu.go.id - Komisi Pemilihan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta (KPU DIY) bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan dan Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) DIY menggelar Kajian Teknis terkait Pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024 dengan Tema Sistem Pemilu, pada Kamis (04/09/2025). Kajian teknis ini merupakan sesi kedua setelah sebelumnya KPU DIY, Fakultas Hukum UAD, dan JaDI DIY menggelar kajian teknis tentang Penataan Daerah Pemilihan dan Alokasi Kursi. Kajian teknis ini diawali dengan pemaparan orientasi focus group discussion (FGD) oleh Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU DIY, Tri Mulatsih, selaku pemantik diskusi. Dalam paparannya Tri menyampaikan bahwa sistem Pemilu merupakan tata cara atau metode yang dilakukan oleh suatu negara untuk memilih pemimpin atau wakil rakyat. Tri juga menyampaikan alasan-alasan mengapa sistem Pemilu dianggap penting dalam suatu sistem demokrasi. “Mengapa sistem Pemilu itu penting, karena sistem Pemilu yang dipilih di suatu negara itu akan sangat berpengaruh terhadap hasil Pemilu, sistem kepartaian di negara tersebut, termasuk juga perilaku politik masyarakat, serta stabilitas politik, sehingga pemilihan sistem Pemilu menjadi sangat penting. Jadi tidak hanya memikirkan bagaimana suara pemilih terkonversi menjadi kursi tetapi bagaimana juga hal-hal lain yang berjalan beriringan dengan sistem itu dapat terkondisikan dengan baik”, papar Tri Mulatsih. Rumpun utama sistem Pemilu meliputi plurality/majority (single member constituency), campuran (mixed system), proporsional (proportional representation). Sistem-sistem ini memiliki perbedaan mendasar dalam cara konversi suara menjadi kursi, serta dampaknya terhadap hubungan pemilih-wakil, representasi partai, dan efektivitas pemerintahan. Pelaksanaan FGD Kajian Teknis Sistem Pemilu ini dipandu oleh fasilitator Dr. Rahmat Muhajir Nugroho, S.H., M.H., Dosen Prodi Ilmu Hukum UAD. Dalam pembukaannya, ia menyampaikan bahwa “Secara eksisting, sistem Pemilu kita saat ini dipahami dalam berbagai jenis Pemilu, baik Pemilu legislatif, Pemilu presiden dan wakil presiden, maupun pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Kalau kita bedakan dalam Pemilu legislatif, itu sudah ada 2 (dua) sistem yang diterapkan, yaitu single member constituency atau sistem distrik untuk pemilihan anggota DPD dan multi member constituency atau sistem proporsional untuk memilih anggota DPR maupun DPRD. Sedangkan untuk pemilihan presiden kita menggunakan two rounds system atau majority run-off atau sistem dua putaran. Untuk pemilihan kepala daerah menggunakan first past the post dengan satu kali putaran”. Sistem pemilihan presiden yang menggunakan two rounds system dikunci dalam konstitusi sehingga apabila ingin diubah secara fundamental maka harus diubah melalui amandemen konstitusi. Sedangkan untuk pemilihan legislatif pengaturannya diatur dalam undang-undang sehingga kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan itu masih sangat memungkinkan. Bagus Sarwono selaku koordinator JaDI DIY menyampaikan bahwa, “Apabila kembali ke sistem tertutup perlu adanya Pemilu pendahuluan di internal partai untuk menentukan nomor urut calon tapi ini harus menjadi ranah penyelenggara Pemilu. Apabila sistem proporsional terbuka dipertahankan, harus ada penegakan hukum terkait politik uang yang semakin dipertegas sehingga dapat diminimalisir”. Selanjutnya, Sri Surani, anggota KPU DIY menyampaikan bahwa untuk Pemilu nasional, khususnya pemilihan anggota DPR RI bisa menggunakan sistem campuran sedangkan untuk Pemilu lokal tetap menggunakan sistem Pemilu terbuka. “Untuk Pemilu nasional atau DPR RI bisa menerapkan sistem Pemilu campuran, dimana penentuan nomor urut dilakukan secara tertutup oleh partai politik karena rentang kendali atau rentang kepentingannya agak jauh dengan masyarakat. Sedangkan untuk Pemilu lokal tetap menggunakan sistem Pemilu terbuka karena rentang kontrol di daerah lebih kuat”, terang Sri Surani. Sedangkan dari sudut pandang akademisi memandang bahwa tingkat pendidikan masyarakat sebagai pemilih memiliki pengaruh yang besar terhadap kualitas anggota dewan yang terpilih dan duduk di parlemen. “Kualitas demokrasi itu sangat relate dengan peradaban suatu bangsa. Salah satu indikator di tingkat peradaban itu adalah tingkat pendidikan. Jadi, wajah parlemen kita merupakan wajah peradaban masyarakat kita”, jelas Tri Wahyuningsih, dosen Fakultas Hukum UAD. Ke depannya, tantangan bagi demokrasi Indonesia adalah mencari titik keseimbangan. Sistem Pemilu yang ideal, yaitu mampu mengakomodasi hak rakyat untuk memilih secara langsung sehingga untuk mewujudkan hal tersebut perlu adanya perbaikan berkelanjutan dalam regulasi Pemilu.