Berita Terkini

Wujudkan Akuntabilitas Tata Kelola Layanan Kepegawaian, KPU RI Gelar Rapat Konsolidasi Bersama KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota se-Indonesia

diy.kpu.go.id - KPU RI gelar konsolidasi secara hybrid bersama KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota se-Indonesia untuk mewujudkan akuntabilitas tata Kelola kepegawaian pada Jum’at-Sabtu 12-13 September 2025.  Rangkaian kegiatan ini merupakan upaya yang dilakukan oleh KPU RI untuk memastikan bahwa seluruh pengelola SDM dapat memberikan layanan kepegawaian secara profesional dan berintegritas. Kegiatan ini diikuti oleh Kepala Bagian yang membidangi Perencanaan, Data, Informasi, Partisipasi, Hubungan Masyarakat dan SDM, Analis Primadani, Kepala Sub Bagian yang membidangi  Partisipasi, Hubungan Masyarakat dan SDM, Viera Mayasari Sri Rengganis, didampingi Operator SIASN Sekretariat KPU DIY. Acara dihari pertama dibuka oleh Kepala Biro Sumber Daya Manusia Sekretariat Jenderal KPU RI Yuli Hertaty. Dalam kesempatan ini beliau menyampaikan bahwa Sekretariat Jenderal KPU menjadi salah satu pilot project dari 44 Kementerian/Lembaga yang akan mengimplementasikan Kenaikan Pangkat Otomatis dan Penetapan Pangkat Otomatis. Yuli juga menjelaskan tentang kondisi Pegawai (ASN dan Non ASN) Sekretariat Jenderal KPU serta tantangan dalam pengelolaan SDM, utamanya terkait Badan Adhoc. Di hari pertama ini menghadirkan narasumber dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) yakni Direktur Perencanaan Kebutuhan ASN Mohammad Ridwan yang memaparkan terkait strategi penataan kepegawaian.  Ia menjelaskan pentingnya pemetaan kebutuhan ASN, penyusunan peta jabatan, serta penyelesaian status tenaga Non ASN yang harus diselesaikan di Tahun 2025 ini. Ridwan juga menekankan pentingnya sinkronisasi data kepegawaian untuk mendukung sistem kenaikan pangkat dan pensiun. Paparan kedua disampaikan Direktur Pengadaan dan Mutasi Paulus Dwi Laksono Harjono, yang membahas mengenai proses pengadaan ASN berbasis merit, transparansi rekrutmen serta rotasi pegawai untuk mendukung distribusi SDM secara proporsional. Sesi terakhir menghadirkan narasumber Direktur Status dan Pemberhentian ASN, Lia Rosalina yang memaparkan terkait penetapan status kepegawaian, mekanisme pemberhentian ASN, serta pengelolaan layanan pensiun secara tepat waktu. Dihari kedua, diawali dengan paparan dari Kepala Biro SDM Sekretariat Jenderal KPU RI, Yuli Hertaty. Dalam paparannya, Yuli menyampaikan tentang rekapitulasi jenis-jenis pelanggaran disiplin yang terjadi di Sekretariat Jenderal KPU RI. Yuli juga berpesan kepada seluruh jajaran pengelola kepegawaian baik di tingkat pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk menjadi agen disiplin yang baik, serta menjadi penggerak dan teladan bagi yang lain. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan dengan paparan terkait Penegakan disiplin pegawai oleh narasumber yaitu Direktur Pengawasan dan Pengendalian III BKN, Halim. Beliau menyampaikan tentang kewajiban dan larangan PNS, jenis-jenis pelanggaran disiplin serta tingkat hukuman disiplin. Paparan kedua disampaikan oleh Kepala Pusat Penilaian ASN BKN, Bajoe Loedi Hargono. Dalam paparannya beliau menyampaikan terkait kebijakan percepatan penyediaan data profil talenta ASN untuk mendukung kebijakan Manajemen ASN berupa potensi, kompetensi, dan preferensi karier. KPU RI gelar konsolidasi secara hybrid bersama KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota se-Indonesia untuk mewujudkan akuntabilitas tata Kelola kepegawaian pada Jum’at-Sabtu 12-13 September 2025.  Rangkaian kegiatan ini merupakan upaya yang dilakukan oleh KPU RI untuk memastikan bahwa seluruh pengelola SDM dapat memberikan layanan kepegawaian secara profesional dan berintegritas. Kegiatan ini diikuti oleh Kepala Bagian yang membidangi Perencanaan, Data, Informasi, Partisipasi, Hubungan Masyarakat dan SDM, Analis Primadani, Kepala Sub Bagian yang membidangi  Partisipasi, Hubungan Masyarakat dan SDM, Viera Mayasari Sri Rengganis, didampingi Operator SIASN Sekretariat KPU DIY. Acara dihari pertama dibuka oleh Kepala Biro Sumber Daya Manusia Sekretariat Jenderal KPU RI Yuli Hertaty. Dalam kesempatan ini beliau menyampaikan bahwa Sekretariat Jenderal KPU menjadi salah satu pilot project dari 44 Kementerian/Lembaga yang akan mengimplementasikan Kenaikan Pangkat Otomatis dan Penetapan Pangkat Otomatis. Yuli juga menjelaskan tentang kondisi Pegawai (ASN dan Non ASN) Sekretariat Jenderal KPU serta tantangan dalam pengelolaan SDM, utamanya terkait Badan Adhoc. Di hari pertama ini menghadirkan narasumber dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) yakni Direktur Perencanaan Kebutuhan ASN Mohammad Ridwan yang memaparkan terkait strategi penataan kepegawaian.  Ia menjelaskan pentingnya pemetaan kebutuhan ASN, penyusunan peta jabatan, serta penyelesaian status tenaga Non ASN yang harus diselesaikan di Tahun 2025 ini. Ridwan juga menekankan pentingnya sinkronisasi data kepegawaian untuk mendukung sistem kenaikan pangkat dan pensiun. Paparan kedua disampaikan Direktur Pengadaan dan Mutasi Paulus Dwi Laksono Harjono, yang membahas mengenai proses pengadaan ASN berbasis merit, transparansi rekrutmen serta rotasi pegawai untuk mendukung distribusi SDM secara proporsional. Sesi terakhir menghadirkan narasumber Direktur Status dan Pemberhentian ASN, Lia Rosalina yang memaparkan terkait penetapan status kepegawaian, mekanisme pemberhentian ASN, serta pengelolaan layanan pensiun secara tepat waktu. Dihari kedua, diawali dengan paparan dari Kepala Biro SDM Sekretariat Jenderal KPU RI, Yuli Hertaty. Dalam paparannya, Yuli menyampaikan tentang rekapitulasi jenis-jenis pelanggaran disiplin yang terjadi di Sekretariat Jenderal KPU RI. Yuli juga berpesan kepada seluruh jajaran pengelola kepegawaian baik di tingkat pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk menjadi agen disiplin yang baik, serta menjadi penggerak dan teladan bagi yang lain. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan dengan paparan terkait Penegakan disiplin pegawai oleh narasumber yaitu Direktur Pengawasan dan Pengendalian III BKN, Halim. Beliau menyampaikan tentang kewajiban dan larangan PNS, jenis-jenis pelanggaran disiplin serta tingkat hukuman disiplin. Paparan kedua disampaikan oleh Kepala Pusat Penilaian ASN BKN, Bajoe Loedi Hargono. Dalam paparannya beliau menyampaikan terkait kebijakan percepatan penyediaan data profil talenta ASN untuk mendukung kebijakan Manajemen ASN berupa potensi, kompetensi, dan preferensi karier.  

Paparan Hasil Kajian Teknis Pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024 Sebagai Bahan Perbaikan Kualitas Demokrasi Di Masa Mendatang

Yogyakarta, diy.kpu.go.id - Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota se-Daerah Istimewa Yogyakarta memaparkan hasil kajian teknis pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024 yang digelar oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta (KPU DIY), pada Kamis (11/09/2025) secara daring. Paparan hasil kajian ini menjadi momentum evaluasi penting terhadap berbagai aspek penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan, sekaligus masukan berharga bagi perbaikan kualitas demokrasi di masa mendatang. Kajian teknis ini dilakukan sebagai upaya dalam memberikan catatan yang komprehensif mulai dari sistem Pemilu, penataan daerah pemilihan, metode verifikasi partai politik calon peserta Pemilu, desain surat suara, pencalonan, kampanye dan dana kampanye, serta prosedur dan teknologi informasi dalam pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi suara. Dari hasil kajian, sistem proporsional terbuka masih dianggap relevan, namun menimbulkan tantangan berupa kompleksitas surat suara dan tingginya kompetisi internal antarcalon. “Sistem Pemilu idealnya harus menciptakan kedekatan partai/calon dengan pemilih, faktanya kedekatan semakin tereduksi dalam hubungan transaksional. Penonjolan individu menjadikan surat suara sangat rumit sehingga mengakibatkan surat suara tidak sah tinggi”, papar Hidayatut Thoyyibah, Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Kabupaten Kulon Progo. Adanya ketimpangan jumlah pemilih antar Dapil di beberapa wilayah kabupaten/kota menimbulkan ketidakseimbangan representasi. Maka dari itu, penting untuk melakukan penataan Dapil berdasarkan prinsip kesetaraan nilai suara. “Penataan daerah pemilihan perlu dikaji lebih lanjut mengenai kewenangan pembagian jumlah kursi dalam setiap provinsi untuk DPR dan setiap kabupaten/kota untuk DPRD provinsi”, papar Erizal, Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Kota Yogyakarta. Proses verifikasi partai politik calon peserta Pemilu selalu menjadi tahapan krusial sekaligus penuh tantangan bagi penyelenggara. Persoalan yang sering muncul berkaitan dengan keakuratan data, beban kerja penyelenggara, hingga potensi sengketa hukum yang timbul dari hasil verifikasi.  Salah satu kendala terbesar adalah tumpang tindih data keanggotaan, selain itu kualitas dan akurasi data yang diserahkan kerap bermasalah. Dalam paparannya, Erizal memberikan saran dan rekomendasi agar dilakukan perubahan undang-undang Pemilu dan menempatkan tahapan pendaftaran, verifikasi, dan penetapan partai politik di luar tahapan Pemilu atau mengadopsi peraturan tentang pemilihan kepala daerah, yaitu dimasukan ke dalam kategori tahapan persiapan. Desain surat suara menjadi salah satu isu teknis yang krusial dalam penyelenggaraan Pemilu karena secara langsung berhubungan dengan kemudahan pemilih dalam menggunakan hak pilihnya. Namun, ukuran surat suara yang terlalu besar menimbulkan kesulitan bagi pemilih, terutama lanjut usia dan penyandang disabilitas. Selain dari itu desain yang menampilkan banyak partai politik, logo, nomor urut, dan daftar calon dalam satu lembar membuat pemilih membutuhkan waktu lebih lama untuk membaca dan menentukan pilihan, juga berpotensi kesalahan pencoblosan. “Pemisahan Pemilu nasional dan lokal merupakan momentum untuk mendesain surat suara yang lebih ramah bagi pemilih untuk semua generasi. Selanjutnya, penyederhanaan surat suara bisa diupayakan jauh hari, disimulasikan secara cukup dan luas serta disosialisasikan dengan masif kepada masyarakat sehingga di dalam perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 perlu memberikan keleluasaan kepada KPU untuk menentukan desain surat suara”, papar Mestri Widodo, Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Kabupaten Bantul. Tahapan pencalonan menjadi salah satu proses paling penting dalam penyelenggaraan Pemilu karena menentukan siapa saja yang berhak menjadi peserta dalam kontestasi politik. Namun, pelaksanaan pencalonan tidak lepas dari berbagai persoalan teknis maupun administratif yang menjadi catatan evaluasi. “Saran dan rekomendasi terhadap tahapan pencalonan yaitu, perlu adanya kepastian hukum yang konsisten dan tidak mudah berubah, perlu adanya peningkatan server, perbaikan sistem, dan maintenance yang terjadwal pada aplikasi Silon, peningkatan kapasitas SDM verifikator baik di KPU maupun penghubung partai, partai politik perlu membuat mekanisme screening internal sebelum mendaftarkan calon”, papar Supami, Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Kabupaten Gunungkidul. Tahapan kampanye merupakan fase penting dalam Pemilu yang bertujuan memberikan ruang bagi peserta Pemilu untuk menyampaikan visi, misi, dan program kerja kepada masyarakat. Namun, pelaksanaannya seringkali diwarnai persoalan teknis maupun substantif, termasuk dalam hal tata kelola dana kampanye. Supami dalam paparannya juga menyampaikan saran dan rekomendasi terhadap tahapan kampanye dan dana kampanye yang meliputi perlunya penetapan regulasi kampanye dan dana kampanye sebelum tahapan, memberikan bimbingan teknis tentang kampanye dan dana kampanye kepada partai politik, khususnya aplikasi yang digunakan untuk pelaporan kampanye dan dana kampanye, serta pelaksanaan pendidikan politik bagi generasi muda. Dalam pelaksanaan Pemilu 2024, tahapan pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi suara menjadi salah satu titik krusial yang banyak menyita perhatian. Meski secara umum berjalan sesuai prosedur, tidak sedikit persoalan yang muncul, baik dari sisi teknis maupun penggunaan teknologi informasi. “Teknologi informasi yang dipilih harus sesuai dan mampu menjawab persoalan-persoalan pada tahapan pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi hasil penghitungan suara. Perlunya memastikan kesiapan infrastruktur dan jaringan, serta kesiapan sistem informasi. Selain dari itu, berdasarkan best practice Pemilihan Lurah Serentak Tahun 2020 dan 2021, masyarakat Kabupaten Sleman siap untuk menjadi pilot project Pemilu/Pemilihan dengan sistem e-voting/e-counting”, papar Noor Aan Muhlishoh, Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU Kabupaten Sleman. KPU Daerah Istimewa Yogyakarta dan KPU Kabupaten/Kota se-Daerah Istimewa Yogyakarta berkomitmen untuk menjadikan hasil kajian teknis ini sebagai dasar penyempurnaan kebijakan Pemilu di masa mendatang. Oleh karena itu, hasil kajian ini akan dirangkum dan disampaikan ke KPU RI sebagai bahan pertimbangan para pemangku kebijakan dalam perbaikan undang-undang Pemilu dan Pemilihan. Dengan demikian, penyelenggaraan Pemilu dapat berlangsung lebih efektif, transparan, dan menjamin prinsip demokrasi yang berkeadilan.

Gandeng Fakultas Hukum UAD dan JaDI DIY, KPU DIY Gelar Kajian Teknis Kampanye dan Dana Kampanye

Yogyakarta, diy.kpu.go.id  – Komisi Pemilihan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta (KPU DIY) bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan dan Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) DIY menggelar Kajian Teknis terkait Pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024 dengan Tema Kampanye dan Dana Kampanye, Rabu (10/09/2025). Kajian teknis ini merupakan sesi terakhir setelah sebelumnya KPU DIY bersama Fakultas Hukum UAD serta JaDI DIY menggelar kajian teknis tentang Penataan Daerah Pemilihan dan Alokasi Kursi serta Sistem Pemilu. Dalam kajian kali ini, dibahas secara mendalam beberapa aspek penting mulai dari regulasi kampanye dan dana kampanye, metode kampanye, hingga tata kelola dana kampanye yang sesuai dengan prinsip keterbukaan. Kampanye tidak hanya menjadi sarana komunikasi politik antara peserta Pemilu dengan masyarakat, tetapi juga ruang pendidikan politik yang harus dilakukan secara jujur, adil, serta mengedepankan etika demokrasi. Media massa, baik yang berupa cetak, elektronik, maupun online dianggap memiliki kekuatan besar membentuk opini publik. Melalui iklan kampanye, debat kandidat yang disiarkan langsung, hingga pemberitaan harian, masyarakat mendapatkan gambaran mengenai calon pemimpin yang akan dipilih. Namun, besarnya pengaruh media massa juga menghadirkan tantangan tersendiri. “Ketidak berimbangan akses media, dimana media massa sering kali ‘tidak netral’ dalam melakukan pemberitaan atau bahkan memberikan porsi yang berlebihan kepada kandidat/partai politik tertentu karena partai politik atau kandidat terhubung dengan pemilik media tersebut, sehingga kita sering melihat iklan di televisi didominasi oleh partai politik tertentu. Oleh karena itu, harus ada pengaturan yang lebih tegas, meskipun partai tersebut terkait dengan kepemilikan media tertentu, tetap saja harus dipisahkan antara kepentingan partai politik, kandidat, juga kepentingan media,” terang Rahmat Muhajir, dosen Fakultas Hukum UAD. Spanduk, baliho, billboard, hingga umbul-umbul dengan wajah calon legislatif dan kepala daerah sudah menjadi pemandangan khas pada setiap pelaksanaan pesta demokrasi. Alat peraga kampanye (APK) masih menjadi salah satu sarana populer untuk memperkenalkan kandidat kepada masyarakat. Namun, di balik warna-warni APK yang menghiasi jalanan, tersimpan sejumlah persoalan yang kerap muncul setiap kali Pemilu digelar. “Pelanggaran seperti menempelkan alat peraga kampanye dan juga bahan kampanye di tempat terlarang, seperti di fasilitas pemerintah, area pendidikan, tempat ibadah, jalan protokol, hingga pepohonan masih sering terjadi pada saat Pemilu dan Pilkada. Padahal lokasi-lokasi tersebut jelas dilarang oleh regulasi. Oleh karena itu, perlu adanya regulasi yang mengatur dan sanksi yang tegas apabila terjadi pelanggaran. Sanksi yang saat ini berlaku dinilai kurang tegas, hanya berupa pelanggaran administratif saja bukan pelanggaran pidana”, ujar Nuril Hanafi, anggota JaDI DIY. Transparansi dan akuntabilitas dana kampanye menjadi isu krusial dalam penyelenggaraan Pemilu. Setiap peserta Pemilu wajib melaporkan sumber dan penggunaan dana kampanye sesuai dengan regulasi yang berlaku. Meski aturan sudah ketat, persoalan transparansi dana kampanye masih kerap menjadi perhatian publik, dimana adanya potensi pelanggaran, seperti penerimaan sumbangan dari pihak yang dilarang, laporan yang tidak sesuai realitas, hingga penggunaan dana di luar batas ketentuan. “Kalau berbicara tentang dana kampanye, saat ini hanya sekadar menggugurkan kewajiban saja tanpa adanya sanksi yang betul-betul kuat atau yang memberikan efek jera. Kalau kita lihat beberapa sanksi yang tertuang dalam regulasi hanya sekadar sanksi pelanggaran administrasi berupa teguran atau mungkin pembatalan calon atau calon yang terpilih tidak akan dilantik, tidak pernah mengarah ke arah substansinya. Sebetulnya banyak permasalahan terkait dana kampanye, utamanya bagaimana regulasi kita bisa membuat suatu regulasi yang benar-benar bisa menekan partai politik atau peserta Pemilu untuk menyampaikan laporan dana kampanye secara jujur, tepat waktu, dan bisa dipertanggungjawabkan”, terang Rohmad Qomarrudin, anggota JaDI DIY. Dengan beragam masukan dan rekomendasi, hasil kajian teknis kampanye dan dana kampanye diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi para pemangku kebijakan guna perbaikan Undang-Undang Pemilu dan Pemilihan sehingga penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan di masa yang akan datang lebih baik.

KPU DIY Berkomitmen Menjadi Lembaga yang Berintegitas dengan Mengikuti Sosialisasi Antikorupsi dan Pengendalian Gratifikasi yang Dilaksanakan oleh KPU RI Bekerjasama dengan KPK

diy.kpu.go.id - Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) menyelenggarakan Sosialiasi Antikorupsi dan Pengendalian Gratifikasi pada KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota secara hybrid (08/09/2025). Kegiatan ini dihadiri oleh Ketua, Anggota dan Sekretaris KPU DIY, Pejabat Struktural dan Fungsional KPU DIY, serta seluruh staf Pelaksana di Lingkungan KPU DIY. Kegiatan ini diawali dengan pemaparan Laporan Penyelenggaraan Sosialiasi Antikorupsi dan Pengendalian Gratifikasi oleh Inspektur Wilayah III KPU RI, Ferry Syahminan. Tujuan kegiatan ini yaitu memberikan edukasi dan pemahaman pentingnya pencegahan korupsi dan gratifikasi bagi pimpinan dan pegawai di lingkungan KPU. Ferry menjelaskan, “Hal ini menjadi bentuk komitmen lembaga KPU meningkatan Indeks Kepatuhan mewujudkan lembaga negara yang akuntabel”. Dilanjutkan sambutan oleh Ketua KPU RI, Mochammad Afifuddin, yang mengucapkan terima kasih atas kerja keras jajaran KPU se-Indonesia dalam mengawal Pemilu serentak 2024. Afif mengingatkan bahwa, KPU adalah lembaga negara yang besar dan memiliki tanggungjawab yang besar pula. Korupsi pada lembaga negara merupakan tindakan yang sangat merusak dan menghancurkan untuk kepentingan pribadi maupun golongan. Adanya kemajuan teknologi di lingkungan KPU semakin membatasi potensi penyelewengan dan penyuapan karena seluruh mekanisme telah terintegrasi dalam satu sistem yang transparan. Sesi paparan materi disampaikan oleh Deputi Bidang Pendidikan dan Peran serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi, Wawan Wardiana. Wawan menjelaskan tantangan korupsi di Indonesia, etika dan integritas dalam Penyelenggaraan Lembaga Negara. “Integritas adalah pondasi penting membangun birokrasi yang bersih, KPU memilki peran strategis dalam pelayanan publik sehingga, rentan terhadap potensi penyalahgunaan wewenang, suap, dan gratifikasi jika nilai integritas tidak dijaga,” pungkasnya. Anggota KPU RI, Iffa Rosita menegaskan penyelenggaraan sosialisasi ini sebagai pengingat kepada penyelenggara pemilu untuk membangun budaya antikorupsi dan mampu membangun kepercayaan publik terhadap lembaga. Selanjutnya pada sesi diskusi Sri Surani, Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan SDM KPU DIY, menambahkan perlunya teladan kepemimpinan di era saat ini, sehingga menjadi tantangan agar pimpinan dapat memberikan contoh perilaku yang baik,  mendidik dan terus menggelorakan nilai-nilai antikorupsi. Melalui kegiatan ini KPU DIY terus mendukung upaya pencegahan korupsi dan pengendalian gratifikasi guna mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi.

KPU DIY Gelar Kajian Teknis tentang Sistem Pemilu

Yogyakarta, diy.kpu.go.id - Komisi Pemilihan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta (KPU DIY) bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan dan Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) DIY menggelar Kajian Teknis terkait Pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024 dengan Tema Sistem Pemilu, pada Kamis (04/09/2025). Kajian teknis ini merupakan sesi kedua setelah sebelumnya KPU DIY, Fakultas Hukum UAD, dan JaDI DIY menggelar kajian teknis tentang Penataan Daerah Pemilihan dan Alokasi Kursi. Kajian teknis ini diawali dengan pemaparan orientasi focus group discussion (FGD) oleh Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU DIY, Tri Mulatsih, selaku pemantik diskusi. Dalam paparannya Tri menyampaikan bahwa sistem Pemilu merupakan tata cara atau metode yang dilakukan oleh suatu negara untuk memilih pemimpin atau wakil rakyat. Tri juga menyampaikan alasan-alasan mengapa sistem Pemilu dianggap penting dalam suatu sistem demokrasi. “Mengapa sistem Pemilu itu penting, karena sistem Pemilu yang dipilih di suatu negara itu akan sangat berpengaruh terhadap hasil Pemilu, sistem kepartaian di negara tersebut, termasuk juga perilaku politik masyarakat, serta stabilitas politik, sehingga pemilihan sistem Pemilu menjadi sangat penting. Jadi tidak hanya memikirkan bagaimana suara pemilih terkonversi menjadi kursi tetapi bagaimana juga hal-hal lain yang berjalan beriringan dengan sistem itu dapat terkondisikan dengan baik”, papar Tri Mulatsih. Rumpun utama sistem Pemilu meliputi plurality/majority (single member constituency), campuran (mixed system), proporsional (proportional representation). Sistem-sistem ini memiliki perbedaan mendasar dalam cara konversi suara menjadi kursi, serta dampaknya terhadap hubungan pemilih-wakil, representasi partai, dan efektivitas pemerintahan. Pelaksanaan FGD Kajian Teknis Sistem Pemilu ini dipandu oleh fasilitator Dr. Rahmat Muhajir Nugroho, S.H., M.H., Dosen Prodi Ilmu Hukum UAD. Dalam pembukaannya, ia menyampaikan bahwa “Secara eksisting, sistem Pemilu kita saat ini dipahami dalam berbagai jenis Pemilu, baik Pemilu legislatif, Pemilu presiden dan wakil presiden, maupun pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Kalau kita bedakan dalam Pemilu legislatif, itu sudah ada 2 (dua) sistem yang diterapkan, yaitu single member constituency atau sistem distrik untuk pemilihan anggota DPD dan multi member constituency  atau sistem proporsional untuk memilih anggota DPR maupun DPRD. Sedangkan untuk pemilihan presiden kita menggunakan two rounds system atau majority run-off atau sistem dua putaran. Untuk pemilihan kepala daerah menggunakan first past the post dengan satu kali putaran”. Sistem pemilihan presiden yang menggunakan two rounds system dikunci dalam konstitusi sehingga apabila ingin diubah secara fundamental maka harus diubah melalui amandemen konstitusi. Sedangkan untuk pemilihan legislatif pengaturannya diatur dalam undang-undang sehingga kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan itu masih sangat memungkinkan. Bagus Sarwono selaku koordinator JaDI DIY menyampaikan bahwa, “Apabila kembali ke sistem tertutup perlu adanya Pemilu pendahuluan di internal partai untuk menentukan nomor urut calon tapi ini harus menjadi ranah penyelenggara Pemilu. Apabila sistem proporsional terbuka dipertahankan, harus ada penegakan hukum terkait politik uang yang semakin dipertegas sehingga dapat diminimalisir”. Selanjutnya, Sri Surani, anggota KPU DIY menyampaikan bahwa untuk Pemilu nasional, khususnya pemilihan anggota DPR RI bisa menggunakan sistem campuran sedangkan untuk Pemilu lokal tetap menggunakan sistem Pemilu terbuka. “Untuk Pemilu nasional atau DPR RI bisa menerapkan sistem Pemilu campuran, dimana penentuan nomor urut dilakukan secara tertutup oleh partai politik karena rentang kendali atau rentang kepentingannya agak jauh dengan masyarakat. Sedangkan untuk Pemilu lokal tetap menggunakan sistem Pemilu terbuka karena rentang kontrol di daerah lebih kuat”, terang Sri Surani. Sedangkan dari sudut pandang akademisi memandang bahwa tingkat pendidikan masyarakat sebagai pemilih memiliki pengaruh yang besar terhadap kualitas anggota dewan yang terpilih dan duduk di parlemen. “Kualitas demokrasi itu sangat relate dengan peradaban suatu bangsa. Salah satu indikator di tingkat peradaban itu adalah tingkat pendidikan. Jadi, wajah parlemen kita merupakan wajah peradaban masyarakat kita”, jelas Tri Wahyuningsih, dosen Fakultas Hukum UAD. Ke depannya, tantangan bagi demokrasi Indonesia adalah mencari titik keseimbangan. Sistem Pemilu yang ideal, yaitu mampu mengakomodasi hak rakyat untuk memilih secara langsung sehingga untuk mewujudkan hal tersebut perlu adanya perbaikan berkelanjutan dalam regulasi Pemilu.

Tata Kelola Arsip dan Foto Sebagai Sumber Catatan Sejarah dan Pembelajaran Bagi Generasi Mendatang

Yogyakarta, diy.kpu.go.id - Komisi Pemilihan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta (KPU DIY) menggelar Rapat Koordinasi Tindak Lanjut Pengelolaan Arsip dan Foto Pemilu dan Pemilihan secara daring melalui media Zoom Meeting pada Kamis, 4 September 2025. Rapat ini diikuti oleh Ketua, Anggota, dan Sekretaris KPU DIY, serta seluruh pejabat struktural dan tim arsip di lingkungan KPU DIY. Ketua KPU DIY, Ahmad Shidqi, saat membuka rapat sekaligus memberikan sambutan menekankan pentingnya pengelolaan dokumentasi, baik berupa arsip foto maupun video, sebagai catatan sejarah yang bernilai bagi generasi mendatang. “Dokumentasi-dokumentasi foto dan video pemilu pada tahun-tahun sebelumnya sangat berguna untuk masa mendatang sebagai nilai sejarah dan pembelajaran,” ujar Ahmad Shidqi. Kegiatan rapat ini dipandu oleh Bambang Gunawan, Kepala Bagian Keuangan, Umum, dan Logistik KPU DIY. Dalam kesempatan ini Bambang memberikan paparan mengenai proses pengumpulan arsip dokumentasi Pemilu dan Pilkada di KPU DIY, mulai dari Pemilu tahun 1955 hingga 2024. Melalui Rapat Koordinasi ini, KPU DIY berkomitmen memperkuat tata kelola arsip dan dokumentasi pemilu agar lebih tertata, mudah diakses, dan terjaga keberlanjutannya sebagai bagian dari rekam jejak sejarah demokrasi di Yogyakarta.