
Gelar Kajian Teknis tentang Penataan Daerah Pemilihan, KPU DIY Gandeng UAD dan JaDI
Yogyakarta, diy.kpu.go.id - Komisi Pemilihan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta bekerja sama dengan Universitas Ahmad Dahlan dan Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) menggelar webinar Kajian Teknis terkait Pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan Tahun 2024 dengan Tema Penataan Daerah Pemilihan secara daring pada Rabu (27/08/2025). Kajian teknis ini merupakan tindak lanjut dari Surat Dinas KPU Nomor 1109/PL.01-SD/06/2025, dimana KPU provinsi perlu menyusun kajian teknis Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024.
Ahmad Shidqi selaku Ketua KPU DIY, dalam sambutannya menyampaikan bahwa tujuan kajian teknis ini adalah untuk menjaring masukan dan pandangan terkait penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada Serentak Tahun 2024.
“Tujuannya adalah menjaring masukan, pandangan, dan input dari para stakeholder, khususnya akademisi dan teman-teman yang concern pada pemantauan Pemilu terkait penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada, dimana masukan-masukan ini nantinya akan menjadi bahan untuk melakukan evaluasi terhadap regulasi penyelenggaraan Pemilu di Indonesia”, terang Ahmad Shidqi.
Sedangkan Dr. Megawati, S.H., M.Hum., Dekan Fakultas Hukum UAD dalam sambutannya menyampaikan bahwa, “FGD ini merupakan wadah yang sangat penting untuk membahas dan mengkaji berbagai aspek terkait perbaikan dan pembenahan terhadap Undang-Undang Pemilu, dalam hal ini terkait Daerah Pemilihan (Dapil), sistem Pemilu, kampanye dan dana kampanye”.
Sementara itu, Siti Ghoniyatun, Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia DIY, dalam sambutannya menyampaikan bahwa, “Dapil merupakan salah satu unsur standar Pemilu yang demokratis. Dimana penetapan Dapil itu dibuat sedemikian rupa sehingga setiap suara setara untuk mencapai derajat keterwakilan yang efektif”.
Sesuai ketentuan yang diatur dalam Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2022, penataan Dapil dan Alokasi Kursi dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota. Namun demikian dengan adanya Putusan MK Nomor 80/PUU-XX/2022, penataan Dapil yang awalnya hanya dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota, pada akhirnya dilakukan juga oleh KPU provinsi.
Arah dari kajian teknis ini yaitu kebutuhan waktu yang ideal untuk penataan Dapil dan Alokasi Kursi, serta untuk mewujudkan demokrasi yang inklusif dengan melibatkan seluruh pihak tanpa terkecuali agar setiap kelompok masyarakat DIY dapat terwakili. Selain itu, juga untuk mewakili masyarakat DIY, meningkatkan paritisipasi dan kepercayaan masyarakat, mendukung pembangunan berkelanjutan dan dapat mencegah konflik serta meningkatkan stabilitas politik DIY. Dan mencerminkan kesetaraan antara jumlah penduduk DIY dan kursi yang dialokasikan (prinsip equal population melalui adagium one person, one vote, one value dapat dipenuhi).
Dari materi terkait penataan Dapil dan Alokasi Kursi yang telah dipaparkan, Tri Mulatsih selaku Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU DIY, meminta tanggapan dan masukan baik dari sudut pandang JaDI DIY maupun dari sudut pandang UAD terhadap penataan Dapil dan Alokasi Kursi.
“Dari apa yang sudah saya sampaikan, ada beberapa hal yang kami minta tanggapan dan masukan dari sisi JaDI atau dari sisi akademisi terkait dengan 4 (empat) hal utama. Yang pertama, terkait dengan waktu penataan Dapil karena kita lihat bahwa penataan Dapil ini dilakukan lebih kurang 1 (satu) tahun sebelum pemungutan suara dan dilakukan setelah tahapan verifikasi partai politik, bahkan itu beririsan. Yang kedua, terkait bagaimana penyusunan Dapil itu dapat melibatkan seluruh elemen yang berkepentingan dalam penataan Dapil. Kemudian terkait dengan bagaimana Dapil ke depannya bisa memenuhi 7 (tujuh) prinsip Dapil, khususnya terkait kesetaraan nilai suara”, terang Tri Mulatsih.
Dalam pelaksanaan kajian teknis terkait penataan daerah pemilihan dan alokasi kursi ini, terdapat berbagai macam tanggapan dan masukan yang tentunya sangat membantu KPU DIY untuk memberikan masukan yang komprehensif bagi para pemangku kebijakan dalam rangka revisi Undang-Undang Pemilu dan Pemilihan.
Salah satu tanggapan dan masukan disampaikan oleh Rahmat Muhajir, Dosen Fakultas Hukum UAD, “Sistem Pemilu yang masih berlaku yaitu sistem Pemilu proporsional terbuka. Penataan Dapil di wilayah DIY apabila terjadi pertambahan jumlah penduduk di suatu wilayah, maka perlu dilakukan penyesuaian kursi agar tidak terlalu terjadi disparitas antara Dapil satu dengan Dapil lain. Apabila terjadi penambahan yang cukup signifikan dan mengakibatkan harga kursi yang cukup jomplang maka perlu dilakukan penambahan kursi atau pemecahan Dapil”.
Sebagai penutup Tri Mulatsih menyampaikan harapannya terhadap kajian teknis penataan Dapil dan Alokasi Kursi agar penataan Dapil ke depan tidak hanya memenuhi 7 (tujuh) prinsip yang secara eksplisit tertuang dalam undang-undang, tetapi bagaimana kemampuan KPU untuk membuat penataan Dapil dari sisi lain yang tidak hanya prosedural tetapi substantif.